PENDAHULUAN
Pasca panen merupakan
kegiatan penting setelah pemanenan yang bertujuan untuk mempertahankan sifat
produk pertanian seperti semula. Oleh karena itu, dengan penanganan pasca panen
maka hasil komoditas pertanian dapat disimpan lebih lama dan dapat menjaga
penampilan tetap segar sehingga dapat menambah nilai tambah.
Salah satu komoditas
hasil pertanian yang perlu penanganan pasca panen adalah alpukat (Persea americana Mill). Alpukat merupakan salah satu jenis tanaman
hortikultura yang berasal dari Amerika Tengah. Bagian tanaman alpukat yang
banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Selain itu
pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah
digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat lain
dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik. Alpukat juga
termasuk komoditi buah-buahan yang mempunyai permintaan pasar dalam bentuk
segar yang cukup kuat. Salah satunya yaitu Masyarakat Eropa (ME) yang merupakan
pengimpor buah alpukat terbesar di dunia, seperti Perancis, Belanda, Inggris,
Jerman dan Amerika (Anonim, 2009).
Salah satu kendala
dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat ini adalah karena rusaknya buah
alpukat sebelum sampai ketempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Hal ini
disebabkan karena alpukat termasuk buah yang mudah rusak. Kerusakan-kerusakan
ini dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis ataupun fisiologis. Oleh karena
itu, perlunya penangnan pasca panen yang tepat agar buah alpukat masih dalam
kondisi yang baik hingga ke tangan konsumen.
ISI
Penanganan
pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi baik dan
sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan.
Penanganan pasca panen buah alpukat (Persea
americana Mill) yang umumnya
dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable),
bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang
tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti
buah keriput, terlalu matang, dll. Penanganan pasca panen yang baik akan
menekan kehilangan (losses), baik
dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai
komoditas tersebut tidak layak pasar (not
marketable) atau tidak layak dikonsumsi. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada pasca panen hasil tanaman tidak dapat dihentikan, tetapi hanya dapat
diperlambat. Keberhasilan penanganan pasca panen sangat ditentukan dari tindakan
awalnya, yaitu panen dan penanganan pasca panen yang baik harus dimulai sedini
mungkin, yaitu segera setelah panen.
A.
Panen
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya
tanaman (bercocok tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu
melakukan persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Komoditas yang dipanen
tersebut selanjutnya akan melalui jalur-jalur tataniaga, sampai berada di
tangan konsumen. Pada dasarnya yang dituju pada perlakuan panen adalah
mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman, pada taraf kematangan yang tepat,
dengan kerusakan yang minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang “rendah”.
Untuk mendapatkan hasil panen buah alpukat yang baik, 2 hal utama yang perlu
diperhatikan pada pemanenan, yaitu :
1. Menentukan
waktu panen yang tepat. Yaitu menentukan “kematangan” yang tepat dan saat panen yang sesuai. dapat
dilakukan berbagai cara, yaitu:
·
Cara visual / penampakan : misal dengan
melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun
mengering dan lain-lain. Buah alpukat masak secara visual bila warna kulit buah
tua tapi belum menjadi coklat, dan tidak mengkilap.
·
Cara fisik : misal dengan perabaan, buah
lunak, umbi keras, buah mudah dipetik
dan lain-lain. Buah alpukat masak bila buah diketuk dengan punggung
kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring, dan bila buah digoyang-goyang, akan
terdengar goncangan biji.
·
Cara komputasi, yaitu menghitung umur
tanaman sejak tanam atau umur buah dari mulai bunga mekar. Buah alpukat biasanya
tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar.
·
Cara kimia, yaitu dengan melakukan
pengukuran/analisis kandungan zat atau senyawa yang ada dalam komoditas. Untuk
buah alpukat yang akan di ekspor biasanya kadar lemak minimal aplukat sebesar
8%, Sedangkan buah alpukat lokal kadar lemak tidak terlalu diperhatikan.
2. Melakukan
penanganan panen yang baik.
Yaitu menekan kerusakan yang dapat terjadi. Dalam
suatu usaha pertanian (bisnis) cara-cara panen yang dipilih perlu
diperhitungankan, disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang diperlukan
(sesingkat mungkin) dan dengan biaya yang rendah.
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara
manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak
memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan
alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen,
buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk
mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
B.
Penanganan
Pasca Panen
1. Pencucian
(washing)
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala
macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penyortiran. Cara pencucian tergantung
pada kotoran yang menempel. Selain itu, Pencucian dilakukan pada buah alpukat agar
memberikan kesegaran dan membersihkan kulit buah dari berbagai residu pestisida
maupun hama dan penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang
bersih.
2. Sortasi
Sortasi
buah alpukat dilakukan dengan cara memisahkan buah yang layak pasar (marketable) dengan yang tidak layak
pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau
3. Grading
dan Standartisasi
Grading
adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam kelas 1,
kelas 2, kelas 3 dan seterusnya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah untuk
memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih
baik. Untuk buah alpukat, berdasarkan beratnya dapat digolongkan dalam 3 macam
ukuran, yaitu:
a) Alpukat
besar: 451 – 550 gram/ buah
b) Alpukat
sedang : 351 – 450 gram/ buah
c) Alpukat
kecil : 250 – 350 gram/ buah
(BPPT,
2005).
Standarisasi
merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi komoditas berikut kemasannya
yang dibuat untuk kelancaran tataniaga/pemasaran. Standarisasi pada dasarnya
dibuat atas persetujuan antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok
tertentu atau wilayah/ negara/ daerah pemasaran tertentu. Standar mutu buah
alpukat diterangkan pada table 1. berikut:
Tabel 1. Standar
Mutu I dan Mutu I Buah Alpukat
Kriteria
mutu
|
Mutu
I
|
Mutu
II
|
|
Kesamaan
sifat varietas
|
Seragam
|
Seragam
|
|
Tingkat
ketuaan
|
Tua,
tidak terlalu matang
|
Tua,
tidak terlalu matang
|
|
Bentuk
|
Normal
|
Kurang
Normal
|
|
Tingkat
kekerasan
|
Keras
|
Keras
|
|
Ukuran
|
Seragam
|
Kurang
seragam
|
|
Tingkat
kerusakan
maksimum
(%)
|
5,0
|
10,0
|
|
Kadar
kotoran
|
1,0
|
2,0
|
|
Tingkat
pembusukan
maksimum
(%)
|
Bebas
|
Bebas
|
|
Sumber:
BPPT, 2005
Keterangan:
a) Kesamaan
sifat varietas
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot buahnya
sama dalam hal bentuk, tekstur, warna daging buah, dan warna kulit buah.
b) Tingkat
ketuaan
Dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat
pertumbuhan yang menjamin dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna.
Dinyatakan terlalu matang apabila daging buah lunak atau telah berubah warna
dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya.
c) Bentuk
Dinyatakan normal apabila bentuknya normal menurut
varietasnya. Dinyatakan kurang normal apabila bentuknya agak menyimpang dari
bentuk normal menurut varietasnya, tetapi tidak mempengaruhi kenampakannya.
d) Kekerasan
Dinyatakan keras apabila buah terasa cukup keras
saat ditekan sedikit dengan jari tangan (tidak lunak), meskipun kulit sedikit
lemas tetapi tidak keriput.
e) Ukuran
Dinyatakan seragam apabila dalam sati lot berukuran
seragan menurut golongan ukurannya berdasarkan berat perbuah yang telah
ditentukan, dengan toleransi maksimum 5 %. Dinyatakan kurang seragam apabila
dalam satu lot berukuran tidak seragam menurut golongan ukurannya berdasarkan
berat buah yang telah ditentukan, dengan toleransi maksimum 10 %.
f) Kotoran
Dinyatakan bebas bersih apabila bebas dari kotoran
atau benda asing lainnya seperti tanah, bahan tanaman, dan lain- lain yang
menempel pada buah atau pada kemasan yang dapat mempengaruhi kenampakannya.
Bahan penyekat (pembungkus) tidak dianggap sebagai kotoran.
g) Kerusakan
Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan
biologis, fisiologis, mekanis, dan sebab-sebab lain yang mengenai 10 % atau
lebih dari permukaan buah.
h) Pembusukan
Dinyatakan busuk apabila mengalami kerusakan atau
cacat seperti tersebut diatas sedemikian rupa sehingga daging buahnya tidak
dapat dipergunakan.
(BPPT,
2005).
4. Pemeraman
dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak.
Untuk mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah
petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu
tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Untuk
keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman karena tenggang waktu ini
disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di tempat tujuan. Cara
pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan
buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung
diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur
simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka
bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan
menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat Celcius. Dengan cara tersebut,
umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
5. Perlakuan
Khusus
a) Pelilinan
Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung
terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditaas akibat penguapan
dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi
kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Roosmani, 1975). Dengan
demikian lapisan lilin dapat menekan respirasi dan transpirasi yang terlalu
cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Konsentrasi lilin optimal untuk
produk hortikultura dapat dilihat pada table 2. berikut:
Tabel
2. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal Pada Beberapa Komoditas Hortikultura.
Komoditas
|
Konsentrasi lilin optimal (%)
|
Alpukat
|
4
|
Apel
|
8
|
Mangga Alphonso
|
6
|
Jeruk
|
12
|
Nanas
|
6
|
Pepaya
|
6
|
Pisang Raja
|
9
|
Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah
2008
Pelapisan lilin pada buah-buahan pada umumnya
menggunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan
konsentrasi 4% sampai dengan 12%. Komposisi dasar lilin 12% dapat dilihat pada
table 3. Sedangkan kepekatan emulsi lilin yang ideal untuk buah alpukat adalah
emulsi lilin 4%. Untuk membuat lapisan lilin 4% dilakukan pencampuran emulsi
lilin 12% dengan 2 liter air.
Tabel
3. Komposisi Dasar Emulsi Lilin 12%
Bahan Dasar
|
Komposisi
|
Lilin lebah
|
120 mililiter
|
Trietanolamin
|
40 mililiter
|
Asam oleat
|
20 mililiter
|
Air panas
|
820 mililiter
|
Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah
2008
Pembuatan emulsi lilin standar dilakukan dengan cara
memanaskan 120 ml lilin dalam panic (90-950C). Asam oleat sebanyak
20 ml ditambahkan kedalam cairan lilin dengan menuangkannya secara perlahan dan
diaduk sahingga merata. Kemusian tambahkan trietanolamin sebanyak 40 ml dan
terus diaduk dengan suhu dipertahankan stabil. Campuran yag telah terbentuk
dibiarkan dan didinginkan selama 10 menit, kemudian ditambahkan air sehingga
volume mencapai 1 liter.
Tabel
4. Formulasi Pengenceran Emulsi Lilin
Emulsi lilin (%)
|
Perbandingan volume
(Emulsi 12% : Air dalam liter)
|
2
|
1:5
|
4
|
1:2
|
6
|
1:1
|
8
|
1:0,5
|
10
|
1:0,2
|
Sumber:
Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008
Sehingga
dapat diketahui bahwa untuk membuat emulsi lilin 4% maka emulsi lilin 12%
(standar) ditambahkan dengan 2 liter air.
Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika
lapisan terlalu tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi
kurang efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua
pori-pori tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengkibatkan
terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2
sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat
mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan yang normal (Roosmani,
1975). Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penghembusan,
penyemprotan, pencelupan (30 detik) atau pengolesan (Pantastico, 1986).
b) Perlakuan
Panas
Secara normal buah dan sayur tidak akan rusak pada
perlakuan panas dengan suhu 42-600C, namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti kematangan, jenis, ukuran buah, dan kararakteristik
morfologinya serta lama perlakuan. Suhu dan waktu adalah dua hal penting yang
harus diperhatikan untuk membunuh hama-hama tanpa menyebabkan kerusakan. Pada
buah alpukat, perlakuan panas dapat dilakukan dengan cara penyemprotan ataupun
pencelupan dalam air panas. Perlakuan panas sebaiknya dilakukan pada suhu 450C
selama 20 menit. Hal ini dilakukan agar spora, telur, ataupun larva yang telah
terinvestasi dalam buah dapat hilang dan tidak merusak lapisan lilin pada buah
alpukat.
6. Pengemasan
dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk
mengemas suatu komoditas. Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk
diekspor. Untuk pemasaran di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung
plastik/keranjang, lalu diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan
untuk ekspor berbeda lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas
5 kg buah alpukat. Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus
kertas tissue, kemudian diatur susunannya dengan diselingi penyekat yang
terbuat dari potongan karton.
PENUTUP
Pasca panen merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan setelah komoditas pertanian selesai dipanen dengan
tujuan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran komoditas hasil pertanian. Pada
buah alpukat, penanganan pasca panen dilakukan agar buah tetap dalam kondisi segar
hingga sampai ke tangan konsumen.
Tindakan pasca panen
ditentukan sejak awal panen hingga cara penanganan pasca panennya. Panen
alpukat yang baik harus didasarkan pada 2 hal penting yakni waktu pemanenan dan
cara pemanenan yang tepat. Waktu pemanenan alpukat dapat dilihat secara visual,
fisik, maupun menghitung umur panennya, sedangkan teknik pemanenan yang baik
adalah dengan menggunakan tangan/dipetik.
Kegiatan penanganan
pasca panen buah alpukat meliputi pencucian, dan sortasi agar buah alpukat
dapat tahan lama disimpan. Selain itu juga gradding dan standartisasi,
penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan, serta perlakuan (pelilinan dan pemanasan).
Serangkaian kegiatan ini dilakukan pada dasarnya untuk mempertahankan mutu
alpukat agar buah tetap segar sehingga mampu menambah nilai tambah. Selain itu,
juga ditujukan untuk mengurangi laju transpirasi dan respirasi pada buah
alupakat sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Dengan
penanganan pasca panen yang baik, maka buah alpukat dapat dipasarkan hingga
keluar wilayah (ekspor), sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar dan
meningkatkan pendapatan usaha.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2009. Alpukat Buah Serbaguna dan Kaya Manfaat.
http://www.asrik.com/index.php/kesehatan/19-alpukat-buah-serbaguna-dan-kaya-manfaat.
Diakses pada tanggal 20 November 2011.
BPPT. 2005. Alpukat (Persea Americana, Mill). http://www.ristek.go.id. Diakses pada
tanggal 20 November 2011.
Kartasapoetra.
1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Pantastico,E.B.
1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Peneerjemah Kamaryani. UGM Press.
Yogyakarta.
Roosmani, A.B.
1975. Percobaan Pendahuluan Terhadap
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Indonesia. Buletin Penelitian Hortikutura LPH
Pasar Minggu. 3 (2): 17-21. Jakarta.
Chotimah, A.C.
2008. Perlakuan Uap Panas (Vapour Heat
Treatment) dan Pelilinan Untuk Mempertahankan Mutu Buah Alpukat (Persea Americana, Mill). Skripsi. IPB
Press. Bogor.
Wills, R.; B.
McGlasson; D. Graham; D. Joyce. 1998.
Postharvest. An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit,
Vegetables and Ornamentals. Hyde Park Press, Adelaide, South Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar